Perhutanan sosial merupakan program prioritas nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan periode tahun 2015 – 2019. Melalui perhutanan sosial, pemerintah mengalokasikan 12,7 juta hektar kawasan hutan untuk dapat dikelola secara legal dan lestari oleh masyarakat. Perhutanan Sosial merupakan bagian dari paket kebijakan pemerataan ekonomi melalui reforma agraria. Perhutanan sosial bertujuan untuk mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan.
Sampai dengan Bulan Juni 2017, telah diterbitkan SK Penetapan Areal Kerja (PAK) Perhutanan Sosial seluas 1,67 juta Ha dan 994 ribu hektar izin pengelolaan perhutanan sosial, baik melalui skema Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Adat, Kemitraan Kehutanan dan yang terbaru melalui skema izin pemanfaatan hutan oleh masyarakat di areal kerja Perum Perhutani.
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM (Badan P2SDM), sebagai salah satu unit eselon satu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan berperan aktif mendukung percepatan program perhutanan sosial. Hal tersebut disampaikan Helmi Basalamah, Kepala Badan P2SDM, pada Rapat Koordinasi dengan Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) KLHK di Jakarta (13/07).
Program perhutanan sosial didukung oleh (tiga) faktor yaitu lahan, kesempatan dan kapasitas sumber daya manusia (SDM). Faktor yang berkaitan dengan Badan P2SDM adalah kesempatan dan kapasitas sumber daya manusia (SDM) karena tugas Badan P2SDM adalah menyelenggarakan penyuluhan kehutanan dan pengembangan sumber daya manusia lingkungan hidup dan kehutanan.
Badan P2SDM mempunyai potensi untuk mendukung perhutanan sosial, yaitu adanya kelompok tani hutan (KTH) sebagai pelaku utama dalam perhutanan sosial dan potensi SDM”, kata Helmi.
Di seluruh Indonesia, telah terbentuk sebanyak 17.569 KTH, yang diklasifikasi menjadi KTH Pemula, Madya dan Utama. Klasifikasi tersebut didasarkan pada hasil penilaian kemampuan KTH dalam melaksanakan kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha.
Selain KTH, terdapat potensi SDM yang dapat melakukan pendampingan dalam perhutanan sosial. Diantaranya penyuluh kehutanan sebanyak 3.656 orang, penyuluh kehutanan swadaya masyarakat 3.272 orang, penyuluh kehutanan swasta 441 orang. Selain penyuluh kehutanan, potensi SDM lainnya adalah adanya tenaga-tenaga terampil lulusan SMK Kehutanan yang diarahkan sebagai pengelola PS di tingkat tapak.
Untuk mengefektifkan peran SDM dalam melakukan pendampingan kepada masyarakat, perlu integrasi potensi SDM pendamping dengan sebaran perhutanan sosial yang telah dicadangkan dalam Peta Indikatif Areal Perhutanan Sosial (PIAPS),” kata Helmi.
“Koordinasi dan penyamaan frekuensi perlu dilaksanakan secara lebih intensif, antara Badan P2SDM dengan Ditjen PSKL dan pihak terkait lainnya. Hal tersebut dikarenakan Badan P2SDM telah merumuskan beberapa langkah percepatan pendampingan dalam mendukung perhutanan sosial,” lanjut Helmi.
Langkah percepatan terbagi dalam 3 (tiga) kelompok sasaran, yaitu pengambil keputusan, pendamping, dan kelompok masyarakat. Kegiatan terkait pengambil keputusan diantaranya sosialisasi dan konsoliasi pemerintah pusat dan daerah, kerjasama dengan pihak terkait.
Kegiatan terkait dengan pendamping adalah peningkatan kapasitas dan kompetensi melalui beberapa diklat pendampingan PS. Kegiatan lainnya adalah integrasi wilayah kerja penyuluh dengan lokasi PIAPS, pengakuan local champions, insentif latihan dan kunjungan (LAKU), sarpras dan materi pendampingan bagi pendamping PNS.
Sedangkan kegiatan terkait kelompok masyarakat adalah pendampingan penandaan batas areal izin, fasilitasi peningkatan kelembagaan kelompok, pemagangan kelompok untuk peningkatan usaha, fasilitasi KTH menjadi wanawiyata widyakarya, fasilitasi unit percontohan berdasarkan jenis usaha kelompok, fasilitasi lembaga usaha KTH dalam bentuk koperasi.
Langkah-langkah tersebut akan terus dilaksanakan untuk mengakselerasi capaian program perhutanan sosial dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan kelestarian sumber daya hutan.