Pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi kebijakan nasional di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pencegahan karhutla merupakan tindakan preventif yang dilaksanakan melalui peningkatan kapasitas masyarakat. Harapannya masyarakat akan mengalihkan aktivitas pertanian berbasis api menjadi pengembangan usaha produktif untuk meningkatkan pendapatan melalui Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). “Upaya tersebut dilaksanakan melalui Sekolah Lapang Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan,” kata Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM (BP2SDM) Kementerian LHK, yang diwakili Sekretaris BP2SDM, Ir. Sudayatna, M.Sc., pada Acara Pembukaan Workshop “Panen Pengetahuan Sekolah Lapang Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan,” hari Kamis, (06/09), di Bogor.

Sekolah lapang tidak hanya memberikan pembelajaran teknis kehutanan tentang PLTB, pemanfaatan limbah PLTB, budidaya tanaman kehutanan, dan pengembangan usaha produktif, namun juga memberikan pembelajaran kepada anggota kelompok tani hutan (KTH) dalam mengelola lahan, membangun jejaring kerja kelompok, solidaritas, gotong royong, dan kebersamaan serta nilai sosial lain yang dapat memperkuat kelembagaan KTH. Modal sosial tersebut menjadi modal dasar kelompok menuju kemandirian.

Sekolah lapang ini dilaksanakan di 3 (tiga) lokasi yang rawan kebakaran hutan, yaitu KTH Mencolok II (Jambi), KTH Usaha Parit Lantong (Kalimantan Barat), dan KTH Jaya Lestari (Kalimantan Tengah). Metode sekolah lapang (SL) ini merupakan metode penyuluhan dengan pembelajaran partisipatif berdasarkan pengalaman, keterlibatan aktif peserta, mencari dan menemukan fakta sendiri, mendiskusikan sesama peserta, serta mengambil keputusan bersama.

Hasil yang diperoleh dari SL selain keterampilan PLTB, budidaya tanaman kehutanan dan semusim, usaha kompos, cuka kayu, madu, dan makanan olahan cuka kayu.
Atas hasil tersebut, metode SL dapat diadopsi dan diimplementasikan pada setiap kegiatan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.